STUDI PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN PULAU TOPANG
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU
Oleh
Lady Jewlaika1),
Mubarak2), Irvina Nurrachmi2)
Kelompok
Ketua : Agung Purnanda A. (E1I012058)
Anggota
: Winda Lestari
(E1I014038)
Sherly Andriani (E1I014039)
Nora Citra (E1I014052)
Dosen
Pengampu : Yar Johan, S.Pi,.M.Si
ILMU KELAUTAN
JURUSAN
PETERNAKAN
2016
I. PENDAHULUAN
Padatan
tersuspensi total (Total Suspended Sol-id) adalah bahan-bahan
tersuspensi (diameter> 1μm) yang tertahan pada saringan milli-pore dengan
diameter pori-pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah
yang terbawa ke badan air. Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat
tersuspensi karena zat-zat tersuspensi terdapat dalam kolom air.
Penelitian
padatan tersuspensi ini berkaitan dengan terjadi abrasi pantai di wila-yah
pesisir Pulau Topang yang merupakan salah satu upaya penting dalam
penyela-matan lingkungan perairan. Abrasi pantai yang terjadi di wilayah
tersebut mengakibat-kan kekeruhan pada perairan sehingga menurunnya tingkat
kecerahan perairan.
Fitoplankton
membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis dan meru-pakan sumber
kehidupan organisme-organisme di perairan. Berkurangnya intensitas cahaya
matahari yang masuk ke perairan akibat kekeruhan akan menghambat pertum-buhan
fitoplankton, kekeruhan juga berdampak negatif terhadap ekosistem perairan,
hasil tangkapan nelayan maupun potensi lainnya seperti kegiatan budidaya
perikanan, maka dari itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang studi
padatan tersuspensi di Perairan Pulau Topang Kecamatan Rangsang Kabupaten
Kepulauan Meranti.
Hasil penelitian
diharapkan dapat memberi informasi awal tentang sumber-sumber padatan
tersuspensi secara umum serta menjadi acuan dalam menangani masalah-masalah
lingkungan yang ada.
TUJUAN
Untuk menganalisis pola sebaran padatan
tersuspensi saat surut menuju pasang dan pasang menuju surut yang terjadi di
sekitar Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.
II. METODOLOGI
Pada jurnal pertama penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2013 dengan lokasi survey di Perairan
Pulau Topang Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu sampel penelitian
diperoleh di lapangan yang dianggap mewakili perairan Pulau Topang, kemudian
sampel dianalisis di laboratorium dengan uji TSS (Total Suspended Solid)
secara Gravimetri sebagai tahapan persiapan data untuk pemetaan dan dianalisa
secara deskriptif. Pemetaan TSS menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi
Geografis (SIG) ArcView versi 3.3 dari Environmental Systems Research
Institute (ESRI). Untuk melakukan proses interpolasi dengan beberapa
metode, digunakan ekstensi Spatial An-alyst versi 1.1.
Pada jurnal yang kedua
metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif,
yang dapat diartikan
sebagai metode ilmiah/scientific
karena telah memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkret/empiris, obyektif,
terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini disebut kuantitatif karena data
penelitian yang digunakan berupa angka – angka dan analisis menggunakan
statistik da n model. Pemodelan dalam penelitian ini menggunakan software
SMS (Surface Water Modelling System) dan ArcGis. Software
SMS (Surface Water Modelling System) digunakan untuk pemodelan pola arus
dan software ArcGis digunakan untuk pemodelan sebaran MPT di pantai
Slamaran, Pekalongan.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar
1. Peta Sebaran Padatan Tersuspensi Surut Menuju Pasang
Pada Gambar 1 dapat dilihat saat surut
menuju pasang sebaran padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) terjadi pada
stasiun 7, 10, 11, 13, 15, 16, dan 22. Terdapat beberapa stasiun yang memiliki
kadar padatan tersuspensinya rendah (30-60 mg/ l) tetapi nilai kekeruhan tinggi
(73-208 NTU). Ini menunjukan bahwa bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan di
suatu perairan memiliki sifat yang berbeda dan tidak tergolong padatan
tersuspensi. Perubahan atau naik turunnya nilai TSS tidak selalu diikuti oleh
naik turunnya nilai kekeruhan secara linier. Hal ini dapat dijelaskan karena
bahan-bahan yang menyebab-kan kekeruhan perairan dapat terdiri atas berbagai
bahan yang sifat dan beratnya ber-beda sehingga tidak termasuk dalam bobot
residu TSS yang sebanding. Hal ini juga berhubungan dengan prinsip pengukuran
yang berbeda antara kekeruhan dengan TSS.
Pada
stasiun 6 dan 5 yang terdapat penambangan timah, kadar padatan tersuspensinya
rendah (30-40 mg/l) dibanding stasiun 4 (60 mg/l) yang mengarah ke laut lepas.
Hal ini karena air limbah penambangan timah tersebut sudah sesuai dengan
standar pemerintah sehingga kadar padatan tersuspensi lebih rendah dibanding
stasiun yang mengarah ke laut lepas. Semakin kecil kadar amoniak dan total
padatan tersuspensi yang terkandung dalam air limbah maka bahaya yang di
timbulkan terhadap organisme air akan semakin kecil.
Gambar
6. Peta Sebaran Padatan tersuspensi Pasang Menuju Surut
Saat pasang menuju
surut sebaran padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) terjadi pada stasiun
12, 13, 15, 16, dan 22. Bila dibandingkan nilai padatan tersuspensi dengan
nilai kekeruhan saat surut menuju pasang yaitu nilai padatan tersuspensi
tertinggi (70-100 mg/l) dan nilai kekeruhan tertinggi (73-208 NTU) yaitu pada
stasiun 7, 10, 11, 13, 15, 16, dan 22 dan saat pasang menuju surut nilai
padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) dan nilai kekeruhan tertinggi
(40,27-215 NTU) yaitu pada sta-siun 12, 13, 15, 16, dan 22. Hal ini menunjukan
bahwa nilai padatan tersuspensi dan nilai kekeruhan sebanding, karena memiliki
nilai yang tergolong tinggi, dimana padatan tersuspensi berkorelasi positif
dengan kekeruhan, semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan
semakin tinggi dan nilai padatan ter-suspensi biasanya akan sebanding dengan
kekeruhan.
Berdasarkan
arah arus laut saat surut menuju pasang dan pasang menuju surut yang membawa
padatan tersuspensi dari arah utara ke selatan dan sebaliknya, pada bagian
selatan Pulau Topang lebih banyak terdapat daratan yang dimana daratan
meru-pakan sumber dari padatan tersuspensi tersebut, maka terjadi penumpukan
padatan ter-suspensi di bagian selatan Perairan Pulau Topang karena terhalang
oleh Pulau Topang tersebut. Hal ini disebabkan padatan tersuspensi tersebut di supply
oleh daratan. Pada peta sebaran padatan tersuspensi Perairan Pulau Topang
menunjukan bah-wa nilai padatan tersuspensi yang umumnya semakin mengarah ke
laut nilai kadarnya semakin rendah (30-50 mg/l). Hal ini sesuai dengan
pernyataan bahwa sebaran total suspended solid ini nilainya akan semakin
rendah ke arah laut.
Pada
jurnal kedua :
Berdasarkan hasil pengukuran
lapangan dan analisa laboratorium sampel sedimen tersuspensi Pantai Slamaran,
Pekalongan diperoleh nilai konsentrasi MPT pada kedalaman 0,2d, 0,6 d, dan 0,8d
saat pasang menuju surut dan surut m enuju pasang. Pada saat pasang menuju
surut nilai MPT pada kedalaman 0,2d berkisar 500 mg/L – 952 mg/L, pada
kedalaman 0,6d berkisar 467 mg/L – 927 mg/L, dan pada kedalaman 0,8d berkisar
470 mg/L – 906 mg/L. Pada saat surut menuju pasang nilai MPT pada kedalaman
0,2d berkisar 952 m g/L – 1063 mg/L, pada kedalaman 0,6d berkisar 927 mg/L –
1039 mg/L, dan pada kedalaman 0,8d berkis ar 1157 mg/L – 2031 mg/L.
Nilai rata – rata MPT
pad a saat pasang menuju surut pada kedalaman 0,2d sebesar 892 mg/L, pada
kedalaman 0,6d sebesar 858 m g/L, dan pada kedalaman 0,8d sebesar 791 mg/L.
Sedangkan pada saat surut menuju pasang nilai rata – rata MPT pada kedalaman
0,2d sebesar 1012 mg/L, pada kedalaman 0,6d sebesar 996 mg/L dan pada ke
dalaman 0,8d sebesar 1697 mg/L. Untuk sebaran MPT pada kedalaman 0,2d, 0,6d dan
0,8d dapat dilihat pada Gambar 16 – Gambar 17.
Gambar 16. Peta
Sebaran MPT Pada Kedalaman 0,2d Saat Pasang Menuju Surut
Gambar 17. Peta
Sebaran MPT Pada Kedalaman 0,2d Saat Surut Menuju Pasang
III.
KESIMPULAN
Pola
sebaran padatan tersuspensi tidak merata keseluruh bagian perairan Pulau
Topang, saat surut menuju pasang kadar padatan tersuspensi tertinggi berada di
bagian tenggara, selatan, barat daya dan timur laut Perairan Pulau Topang dan
saat pasang menuju surut kadar padatan tersuspensi tertinggi berada di bagian
tenggara, selatan dan timur laut Perairan Pulau Topang.
Nilai
sebaran padatan tersuspensi tertinggi yaitu 70-100 mg/l yang dimana bila
ditinjau dari nilai padatan tersuspensi untuk kepentingan perikanan, lingkungan
pesisir tersebut tergolong tingkat abrasi yang tinggi dan kurang tepat
dijadikan sumber kegiatan perikanan di wilayah pesisir tersebut. Nilai sebaran
padatan tersuspensi terendah yaitu 30-60 mg/l yang dimana bila ditinjau dari
nilai padatan tersuspensi untuk kepentingan perikanan masih tergolong rendah
dan masih layak untuk kegiatan perikanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air
Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 98
hal.
Helfinalis,
2005. Kandungan Total Suspended Solid dan
Sedimen di Dasar di Perairan Pulau
Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Makara, Sains, Vol. 9, No. 2, Nopember 2005 hal 45-51
Nugeraha
et al., 2010. Kandungan
Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi
Riau. Makara Sains, Vol.7 No.3.
Profil Desa Topang. 2012. Profil Desa.
PERMENDAGRI NO.12 TAHUN 2007. PP NO.72 TAHUN 2005.
Satria, A. dan Widada, S. 2004.
Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Bodri Kabupaten Kendal.
Ilmu Kelautan. Vol (9) No 2. 101-107.
Seygita, V. 2008. Pemetaan Kedalaman dan
Pola Arus Pasang Surut di Perairan Muara Sungai Mesjid Kota Madya Dumai
Propinsi Riau. Skripsi FAPERIKA UNRI (tidak diterbitkan).
Sugiyono, 2009. Penentuan
Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT.
Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.
Wibisono,
M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar