Jumat, 15 April 2016

Oseanografi Fisika


STUDI PADATAN TERSUSPENSI DI PERAIRAN PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU
Oleh
 Lady Jewlaika1), Mubarak2), Irvina Nurrachmi2)

Kelompok
Ketua                          : Agung Purnanda A. (E1I012058)
Anggota                      : Winda Lestari (E1I014038)
                                      Sherly Andriani (E1I014039)
                                      Nora Citra (E1I014052)
Dosen Pengampu        : Yar Johan, S.Pi,.M.Si



ILMU KELAUTAN
JURUSAN PETERNAKAN
2016


I.    PENDAHULUAN
Padatan tersuspensi total (Total Suspended Sol-id) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter> 1μm) yang tertahan pada saringan milli-pore dengan diameter pori-pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena zat-zat tersuspensi terdapat dalam kolom air.
Penelitian padatan tersuspensi ini berkaitan dengan terjadi abrasi pantai di wila-yah pesisir Pulau Topang yang merupakan salah satu upaya penting dalam penyela-matan lingkungan perairan. Abrasi pantai yang terjadi di wilayah tersebut mengakibat-kan kekeruhan pada perairan sehingga menurunnya tingkat kecerahan perairan.
Fitoplankton membutuhkan cahaya matahari untuk proses fotosintesis dan meru-pakan sumber kehidupan organisme-organisme di perairan. Berkurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan akibat kekeruhan akan menghambat pertum-buhan fitoplankton, kekeruhan juga berdampak negatif terhadap ekosistem perairan, hasil tangkapan nelayan maupun potensi lainnya seperti kegiatan budidaya perikanan, maka dari itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang studi padatan tersuspensi di Perairan Pulau Topang Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti.
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi awal tentang sumber-sumber padatan tersuspensi secara umum serta menjadi acuan dalam menangani masalah-masalah lingkungan yang ada.

TUJUAN
Untuk menganalisis pola sebaran padatan tersuspensi saat surut menuju pasang dan pasang menuju surut yang terjadi di sekitar Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau.



II. METODOLOGI
Pada jurnal pertama penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 dengan lokasi survey di Perairan Pulau Topang Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yaitu sampel penelitian diperoleh di lapangan yang dianggap mewakili perairan Pulau Topang, kemudian sampel dianalisis di laboratorium dengan uji TSS (Total Suspended Solid) secara Gravimetri sebagai tahapan persiapan data untuk pemetaan dan dianalisa secara deskriptif. Pemetaan TSS menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView versi 3.3 dari Environmental Systems Research Institute (ESRI). Untuk melakukan proses interpolasi dengan beberapa metode, digunakan ekstensi Spatial An-alyst versi 1.1.
Pada jurnal yang kedua metode  penelitian  yang digunakan adalah metode  kuantitatif,  yang  dapat  diartikan  sebagai  metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah – kaidah ilmiah yaitu konkret/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini disebut kuantitatif karena data penelitian yang digunakan berupa angka – angka dan analisis menggunakan statistik da n model. Pemodelan dalam penelitian ini menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System) dan ArcGis. Software SMS (Surface Water Modelling System) digunakan untuk pemodelan pola arus dan software ArcGis digunakan untuk pemodelan sebaran MPT di pantai Slamaran, Pekalongan.


III.             HASIL DAN PEMBAHASAN



Gambar 1. Peta Sebaran Padatan Tersuspensi Surut Menuju Pasang

Pada Gambar 1 dapat dilihat saat surut menuju pasang sebaran padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) terjadi pada stasiun 7, 10, 11, 13, 15, 16, dan 22. Terdapat beberapa stasiun yang memiliki kadar padatan tersuspensinya rendah (30-60 mg/ l) tetapi nilai kekeruhan tinggi (73-208 NTU). Ini menunjukan bahwa bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan di suatu perairan memiliki sifat yang berbeda dan tidak tergolong padatan tersuspensi. Perubahan atau naik turunnya nilai TSS tidak selalu diikuti oleh naik turunnya nilai kekeruhan secara linier. Hal ini dapat dijelaskan karena bahan-bahan yang menyebab-kan kekeruhan perairan dapat terdiri atas berbagai bahan yang sifat dan beratnya ber-beda sehingga tidak termasuk dalam bobot residu TSS yang sebanding. Hal ini juga berhubungan dengan prinsip pengukuran yang berbeda antara kekeruhan dengan TSS.
Pada stasiun 6 dan 5 yang terdapat penambangan timah, kadar padatan tersuspensinya rendah (30-40 mg/l) dibanding stasiun 4 (60 mg/l) yang mengarah ke laut lepas. Hal ini karena air limbah penambangan timah tersebut sudah sesuai dengan standar pemerintah sehingga kadar padatan tersuspensi lebih rendah dibanding stasiun yang mengarah ke laut lepas. Semakin kecil kadar amoniak dan total padatan tersuspensi yang terkandung dalam air limbah maka bahaya yang di timbulkan terhadap organisme air akan semakin kecil.

 
 
Gambar 6. Peta Sebaran Padatan tersuspensi Pasang Menuju Surut

Saat pasang menuju surut sebaran padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) terjadi pada stasiun 12, 13, 15, 16, dan 22. Bila dibandingkan nilai padatan tersuspensi dengan nilai kekeruhan saat surut menuju pasang yaitu nilai padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) dan nilai kekeruhan tertinggi (73-208 NTU) yaitu pada stasiun 7, 10, 11, 13, 15, 16, dan 22 dan saat pasang menuju surut nilai padatan tersuspensi tertinggi (70-100 mg/l) dan nilai kekeruhan tertinggi (40,27-215 NTU) yaitu pada sta-siun 12, 13, 15, 16, dan 22. Hal ini menunjukan bahwa nilai padatan tersuspensi dan nilai kekeruhan sebanding, karena memiliki nilai yang tergolong tinggi, dimana padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan, semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan semakin tinggi dan nilai padatan ter-suspensi biasanya akan sebanding dengan kekeruhan.
Berdasarkan arah arus laut saat surut menuju pasang dan pasang menuju surut yang membawa padatan tersuspensi dari arah utara ke selatan dan sebaliknya, pada bagian selatan Pulau Topang lebih banyak terdapat daratan yang dimana daratan meru-pakan sumber dari padatan tersuspensi tersebut, maka terjadi penumpukan padatan ter-suspensi di bagian selatan Perairan Pulau Topang karena terhalang oleh Pulau Topang tersebut. Hal ini disebabkan padatan tersuspensi tersebut di supply oleh daratan. Pada peta sebaran padatan tersuspensi Perairan Pulau Topang menunjukan bah-wa nilai padatan tersuspensi yang umumnya semakin mengarah ke laut nilai kadarnya semakin rendah (30-50 mg/l). Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa sebaran total suspended solid ini nilainya akan semakin rendah ke arah laut.
Pada jurnal kedua :
Berdasarkan hasil pengukuran lapangan dan analisa laboratorium sampel sedimen tersuspensi Pantai Slamaran, Pekalongan diperoleh nilai konsentrasi MPT pada kedalaman 0,2d, 0,6 d, dan 0,8d saat pasang menuju surut dan surut m enuju pasang. Pada saat pasang menuju surut nilai MPT pada kedalaman 0,2d berkisar 500 mg/L – 952 mg/L, pada kedalaman 0,6d berkisar 467 mg/L – 927 mg/L, dan pada kedalaman 0,8d berkisar 470 mg/L – 906 mg/L. Pada saat surut menuju pasang nilai MPT pada kedalaman 0,2d berkisar 952 m g/L – 1063 mg/L, pada kedalaman 0,6d berkisar 927 mg/L – 1039 mg/L, dan pada kedalaman 0,8d berkis ar 1157 mg/L – 2031 mg/L.

Nilai rata – rata MPT pad a saat pasang menuju surut pada kedalaman 0,2d sebesar 892 mg/L, pada kedalaman 0,6d sebesar 858 m g/L, dan pada kedalaman 0,8d sebesar 791 mg/L. Sedangkan pada saat surut menuju pasang nilai rata – rata MPT pada kedalaman 0,2d sebesar 1012 mg/L, pada kedalaman 0,6d sebesar 996 mg/L dan pada ke dalaman 0,8d sebesar 1697 mg/L. Untuk sebaran MPT pada kedalaman 0,2d, 0,6d dan 0,8d dapat dilihat pada Gambar 16 – Gambar 17.

            

Gambar 16. Peta Sebaran MPT Pada Kedalaman 0,2d Saat Pasang Menuju Surut
 

Gambar 17. Peta Sebaran MPT Pada Kedalaman 0,2d Saat Surut Menuju Pasang





III.             KESIMPULAN
Pola sebaran padatan tersuspensi tidak merata keseluruh bagian perairan Pulau Topang, saat surut menuju pasang kadar padatan tersuspensi tertinggi berada di bagian tenggara, selatan, barat daya dan timur laut Perairan Pulau Topang dan saat pasang menuju surut kadar padatan tersuspensi tertinggi berada di bagian tenggara, selatan dan timur laut Perairan Pulau Topang.
Nilai sebaran padatan tersuspensi tertinggi yaitu 70-100 mg/l yang dimana bila ditinjau dari nilai padatan tersuspensi untuk kepentingan perikanan, lingkungan pesisir tersebut tergolong tingkat abrasi yang tinggi dan kurang tepat dijadikan sumber kegiatan perikanan di wilayah pesisir tersebut. Nilai sebaran padatan tersuspensi terendah yaitu 30-60 mg/l yang dimana bila ditinjau dari nilai padatan tersuspensi untuk kepentingan perikanan masih tergolong rendah dan masih layak untuk kegiatan perikanan.








DAFTAR PUSTAKA

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 98 hal.
Helfinalis, 2005. Kandungan Total Suspended Solid dan Sedimen di Dasar di Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Makara, Sains, Vol. 9, No. 2, Nopember 2005 hal 45-51
Nugeraha et al., 2010. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended Solid) di Perairan Pulau Topang Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Makara Sains, Vol.7 No.3.
Profil Desa Topang. 2012. Profil Desa. PERMENDAGRI NO.12 TAHUN 2007. PP NO.72 TAHUN 2005.
Satria, A. dan Widada, S. 2004. Distribusi Muatan Padatan Tersuspensi di Muara Sungai Bodri Kabupaten Kendal. Ilmu Kelautan. Vol (9) No 2. 101-107.
Seygita, V. 2008. Pemetaan Kedalaman dan Pola Arus Pasang Surut di Perairan Muara Sungai Mesjid Kota Madya Dumai Propinsi Riau. Skripsi FAPERIKA UNRI (tidak diterbitkan).
Sugiyono, 2009. Penentuan Jumlah Amoniak dan Total Padatan Tersuspensi Pada Pengolahan Air Limbah PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangkir. Universitas Sumatera Utara.
Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar